Senin, 19 November 2012

Kategori : Al-Ilmu (2)

Kaidah-Kaidah Menuntut Ilmu

Kaidah-Kaidah Menuntut Ilmu
Sabtu, 24 Juli 2010 15:43:01 WIB

Di antara manhaj (jalan, kaidah) dalam menuntut ilmu, hendaklah memulai dengan ilmu-ilmu yang ringan sebelum ilmu-ilmu yang berat. Oleh karena itulah dikatakan tentang seorang 'alim rabbani, bahwa dia adalah orang yang membina para penuntut ilmu kecil dengan ilmu-ilmu yang kecil sebelum ilmu-ilmu yang besar. Demikianlah, menuntut ilmu itu harus tadarruj (bertahap). Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu yang ringan ialah masalah-masalah yang dikenal, yang diketahui, bukan masalah-masalah yang membutuhkan analisa dan pembahasan. Dari sini, maka di antara masalah-masalah yang sepantasnya didahulukan ialah masalah-masalah yang jelas dan gamblang, yaitu mengenai ushuludin (pokok-pokok agama), seperti mengetahui ushuludin, ushul i'tiqad. Oleh karena itu, para ulama dalam mengajari para thulab (penuntut ilmu, santri) dilakukan secara bertahap dengan menggunakan mukhtasharat (kitab-kitab yang ringkas), dalam setiap cabang-cabang ilmu. Mereka menjelaskan kepada manusia pokok-pokok ilmu melalui mukhtasharat (kitab-kitab yang ringkas) ini. Secara bertahap, mulai dari teks-teks mukhtasharat sampai kemudian meningkat, dengan membaca kitab-kitab syarh (penjelasan) terhadapnya, kemudian meluas sehingga para thalib sampai kepada kitab-kitab muthawalat (kitab-kitab tebal/luas).

Jangan Mengambil Ilmu dari Ahli Bid'ah

Jangan Mengambil Ilmu dari Ahli Bid'ah
Sabtu, 19 Desember 2009 15:28:04 WIB

rang yang berniat mencari ilmu yang haq harus memperhatikan dari siapa dia mengambil ilmu. Jangan sampai mengambil ilmu agama dari ahli bid’ah, karena mereka akan menyesatkan, baik disadari atau tanpa disadari. Sehingga hal ini akan mengantarkannya kepada jurang kehancuran. Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin t menyatakan, bahwa untuk meraih ilmu ada dua jalan. Pertama. Ilmu diambil dari kitab-kitab terpercaya, yang ditulis oleh para ulama yang telah dikenal tingkat keilmuan mereka, amanah, dan aqidah mereka bersih dari berbagai macam bid’ah dan khurafat (dongeng; kebodohan). Mengambil ilmu dari isi kitab-kitab, pasti seseorang akan sampai kepada derajat tertentu, tetapi pada jalan ini ada dua halangan. Halangan pertama, membutuhkan waktu yang lama dan penderitaan yang berat. Halangan kedua, ilmunya lemah, karena tidak dibangun di atas kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip. Kedua. Ilmu diambil dari seorang guru yang terpercaya di dalam ilmunya dan agamanya. Jalan ini lebih cepat dan lebih kokoh untuk meraih ilmu. Akan tetapi pantas disayangkan, pada zaman ini kita melihat fenomena pengambilan ilmu dari para ahli bid’ah marak di mana-mana, padahal perbuatan tersebut sangat ditentang oleh para ulama Salaf.

Keutamaan Ilmu Syar'i Dan Mempelajarinya

Keutamaan Ilmu Syar'i Dan Mempelajarinya
Senin, 31 Desember 2007 00:51:37 WIB

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Al-Qur-an beberapa kaum dan Allah pun merendahkan beberapa kaum dengannya.” . Di zaman dahulu ada seseorang yang lehernya cacat, dan ia selalu menjadi bahan ejekan dan tertawaan. Kemudian ibunya berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu, niscaya Allah akan mengangkat derajatmu.” Sejak itulah, orang itu belajar ilmu syar’i hingga ia menjadi orang alim, sehingga ia diangkat menjadi Qadhi (Hakim) di Makkah selama 20 (dua puluh) tahun. Apabila ada orang yang berperkara duduk di hadapannya, maka gemetarlah tubuhnya hingga ia berdiri. Orang yang berilmu dan mengamalkannya, maka kedudukannya akan diangkat oleh Allah di dunia dan akan dinaikkan derajatnya di akhirat. Allah pun telah berfirman tentang Nabi Yusuf ‘alaihis salaam. “...Kami angkat derajat orang yang Kami kehendaki, dan diatas setiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” . Disebutkan bahwa tafsir ayat di atas adalah bahwasanya Kami (Allah) mengangkat derajat siapa saja yang Kami kehendaki dengan sebab ilmu.

Tanda-Tanda Ilmu Yang Bermanfaat

Tanda-Tanda Ilmu Yang Bermanfaat
Minggu, 30 Desember 2007 01:02:59 WIB

Orang yang bermanfaat ilmunya tidak peduli terhadap keadaan dan kedudukan dirinya serta hati mereka membenci pujian dari manusia, tidak menganggap dirinya suci, dan tidak sombong terhadap orang lain dengan ilmu yang dimilikinya. Imam al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang faqih hanyalah orang yang zuhud terhadap dunia, sangat mengharapkan kehidupan akhirat, mengetahui agamanya, dan rajin dalam beribadah.” Dalam riwayat lain beliau berkata, “Ia tidak iri terhadap orang yang berada di atasnya, tidak sombong terhadap orang yang berada di bawahnya, dan tidak mengambil imbalan dari ilmu yang telah Allah Ta’ala ajarkan kepadanya.” . Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya bertambah, bertambah pula sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan ketundukannya di hadapan Allah Ta’ala.

Pengertian Ilmu Yang Bermanfaat

Pengertian Ilmu Yang Bermanfaat
Sabtu, 29 Desember 2007 09:45:48 WIB

Kondisi manusia sebelum diutusnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam seperti tanah yang kering, gersang dan tandus. Kemudian kedatangan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membawa ilmu yang bermanfaat menghidupkan hati-hati yang mati sebagaimana hujan menghidupkan tanah-tanah yang mati. Kemudian beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama dengan berbagai tanah yang terkena air hujan, di antara mereka adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya. Orang ini seperti tanah subur yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain. Di antara mereka ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu namun dia tidak mengamalkannya, akan tetapi dia mengajarkannya untuk orang lain. Maka, dia bagaikan tanah yang tergenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya.

Pengertian Ilmu Syar'i

Pengertian Ilmu Syar'i
Jumat, 28 Desember 2007 00:43:32 WIB

Adapun jika dilihat dari sudut pembebanannya (kewajibannya) kepada seorang Muslim, maka ilmu syar’i ini terbagi menjadi dua. Pertama: ‘Ilmu ‘aini yakni ilmu yang wajib diketahui dan dipelajari oleh setiap Muslim dan Muslimah, contohnya ilmu tentang iman, thaharah (bersuci), shalat, puasa, zakat –apabila telah memiliki harta yang mencapai nishab dan haul- haji ke Baitullah bagi yang mampu, dan segala apa yang telah diketahui dengan pasti dalam agama dari berbagai perintah dan larangan. Tidaklah anak-anak yang menginjak dewasa ditanya tentang ilmu ini, melainkan mereka mengetahuinya. Kedua: ‘Ilmu kifa-i yakni ilmu yang tidak wajib atas setiap Muslim untuk mengetahui dan mempelajarinya. Apabila sebagian dari mereka telah mengetahui dan mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban atas sebagian yang lainnya. Namun, apabila tidak ada seorang pun dari mereka yang mengetahui dan mempelajarinya padahal mereka sangat membutuhkan ilmu tersebut, maka berdosalah mereka semuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda :